HARIANRAKYAT.ID, KOTA TANGSEL –Suasana indah mewarnai hari pertama lebaran Idul Fitri 1445 H/2024. Dari berbagai suku agama saling bersalam-salaman berlangsung di kediaman Ketua FKUB Dr Fachruddin Zuhri, Pamulang, Kota Tangsel
Tepat Rabu (10/4/2025) seusai Shalat Idul Fitri, keluarga besar Fachruddin Zuhri harus sibuk menyiapkan berbagai menu kue lebaran hingga opor ayam lengkap dengan ketupat. Momen satu tahun sekali ini menjadi spesial disiapkan untuk menyambut para tamu. Tamu-tamu yang datang berasal dari berbagai umat agama. FKUB yang menaungi enam agama menjadi simbol kerukunan dan keharmonisan.
Dr. Fachruddin mengatakan, Idul Fitri mengandung pesan tentang kerukunan serta perdamaian. Seluruh umat Islam berbahagia, merayakan kemenangan setelah berpuasa satu bulan penuh. Berlapang dada menerima ucapan maaf baik lahir maupun batin. Demikian sebaliknya ucapan yang sama kepada orang lain.
“Silaturahmi Idul Fitri yang masuk bagian dari budaya dari umat Islam kemudian dinikmati oleh berbagai macam umat. Maka momen ini menjadi hal yang sangat baik untuk mewujudkan kerukunan umat beragama,” ucap aktivitas itu.
Menurutnya, berbagai upaya ditempuh dalam mewujudkan kerukunan umat beragama di wilayah Tangsel. Sebab jika dibiarkan khawatir akan terjadi gejolak yang menimbulkan keresahan dan kekhawatiran di antara umat beragama.
“Oleh sebab itu dalam membangun kerukunan harus kreatif dan variatif. Setiap kegiatan yang dapat menumbuhkan rasa kerukunan tentu harus dikelola dengan baik,” tambah ia.
Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setiap momen mengandung sejuta makna. Maksudnya, mengandung makna kedamaian, makna kebersamaan, makna kerukunan, kendati tetap ada perbedaan, namun perbedaan harus dimaknai sebagai anugerah.
“Kami berkeyakinan tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan yang tidak dapat mengembangkan kerukunan, maka kerukunan dapat ditempuh semata-mata sebagai upaya dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama,” tandasnya.
Perayaan Idul Fitri yang mendunia dalam tradisi Islam, maka siapapun orang di Republik Indonesia ini yang menjadi tokoh masyarakat, tokoh agama, pejabat dan sebagai orangtua dari anak-anaknya, sudah sewajarnya saat kehadiran keluarga dari berbagai suku agama, harus menerima.
“Maka saya harus menyediakan diri dan menerima tamu yang sudah berlangsung sejak dua tahun lalu dengan pengaturan jadwal supaya tertib, aga yang pagi, siang dan sore hari,” bebernya.
Harapannya dalam momentum yang sama, bertemu di titik yang sama, dimana semula tidak kenal satu dengan yang lain, akan menjadi kenal. Dengan demikian bisa menjaga keharmonisan antar umat agama.
“Ini sifatnya pribadi tidak dibebani kepada organisasi. Bagi mereka (dari berbagai agama) tentunya momen idul Fitri menjadi momen yang berbeda,” tutupnya. (din).